Seorang istri memiliki suami seorang insinyur. Dia mencintai sifatnya yang alami dan menyukai perasaan hangat yang muncul dihatinya ketika dia bersandar di bahu suaminya yang bidang. Setelah tiga tahun dalam masa perkenalan dan dua tahun dalam masa pernikahan, harus dia akui bahwa dia mulai merasa lelah. Alasan-alasannya mencintai suaminya dahulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Dia seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Dia merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah dia dapatkan pada dirinya. Suaminya jauh berbeda dari yang dia harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam Pernikahan mereka telah mementahkan semua harapannya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, sang istri memberanikan diri untuk mengatakan keputusannya Kepada suaminya, bahwa dia menginginkan perceraian.
"Mengapa ?", suaminya bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan".
Sang suami terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan sang istri semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa diharapkan darinya? (gumamnya di dalam hati). Dan akhirnya si suami bertanya,
"Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?".
Sang istri menatap mata suaminya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
"Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati, saya akan merubah pikiran saya. Sayangku, seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung, akan tetapi kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu kamu akan mati, apakah kamu akan melakukannya untukku ?".
Sang suami termenung dan akhirnya berkata,
"Saya akan memberikan jawabannya besok".
Hati sang istri langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, sang suami tidak ada di rumah, dan sang istri menemukan selembar kertas dengan coretan tangan suaminya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat. Disitu tertulis ...
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya".
Kalimat pertama ini menghancurkan hati sang istri, namun dia melanjutkan untuk membacanya.
"Kamu sering mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program-program di PC dan akhirnya menangis di depan monitor karena panik, namun saya selalu memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya. Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu dan membukakan pintu untukmu ketika pulang. Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu. Kamu selalu pegal-pegal pada waktu teman baikmu datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal. Kamu senang diam di rumah dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi aneh. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami. Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku sambil tidur dan itu semua tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu. Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku. Sayangku, saya tahu ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari apa yang dapat aku lakukan. Namun jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku tidak juga cukup bagimu, maka aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu ".
Air mata sang istri jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi dia tetap berusaha untuk membacanya.
"Sayang, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri didepan menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak puas sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia ".
Dia segera berlari membuka pintu dan melihat suaminya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil memegang susu dan roti kesukaan sang istri. Sejak saat itu, sang istri tahu, tidak ada orang yang pernah mencintainya lebih dari suaminya. Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda
Terima kasih telah berkunjung...